Mengikuti UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) di Hotel Roditha Banjarmasin
UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia)--
Saat ini, selama tiga hari (17-19 Oktober 2013) saya sedang berada di hotel Roditha Banjarmasin (letaknya di seberang Mitra Plaza) guna mengikuti sosialisasi Kurikulum 2013 oleh Wamendikbud dan Prof.Dr. Mahsun, M.S. (sayang Wamendikbud-nya batal hadir) bersama seluruh pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMP dan SMA se-Kalsel. Kami datang atas undangan Balai Bahasa Kalsel dan salah satu kegiatannya adalah mengikuti Tes UKBI. UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia), sebagaimana TOEFL, juga merupakan jenis tes kemahiran berbahasa (language proficiency test), dalam hal ini bahasa Indonesia. Berbeda dari tes pencapaian (achievement test), tes kemahiran berbahasa mengacu pada kriteria situasi penggunaan bahasa yang dialami atau dihadapi oleh peserta uji, sedangkan tes pencapaian merupakan sebuah tes untuk mengukur hasil belajar (misalnya Ujian Nasional).
Dengan kata lain, UKBI menguji keterampilan berbahasa Indonesia seseorang secara alamiah. Seberapa sering orang tersebut melakukan praktik berbahasa Indonesia, seperti mendengarkan dan berbicara dalam berbagai situasi kebahasaan, membaca berbagai bacaan berbahasa Indonesia, serta menulis berbagai jenis teks dalam bahasa Indonesia, akan menentukan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia melalui tinggi rendahnya skor UKBI yang dicapainya.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
Peserta tes yang telah menyelesaikan UKBI akan mendapatkan sertifikat. Di dalam sertifikat ini tertera hasil UKBI yang telah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan.
Berdasarkan bentuk, jenis, dan kandungan materi seperti itu, UKBI diharapkan benar-benar mampu mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia seseorang, sesuai dengan skor/peringkatnya. Adapun skor/peringkat itu adalah sebagai berikut.
I. Istimewa (skor 750—900)
Peringkat ini menunjukkan kemampaun tertinggi. Peserta uji yang berpredikat istimewa memiliki kemahiran yang sempurna berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (lisan dan tulisan). Bahkan, dalam komunikasi keilmiahan, yang bersangkutan tidak mengalami kendala.
II. Sangat Unggul (skor 675—749)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang sangat tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Biasanya, ia hanya mengalami sedikit kendala dalam komunikasi keilmiahan.
III. Unggul (skor 525—674)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk keperluan komunikasi keilmiahan dan keprofesian yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala.
IV. Madya (skor 375—524)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan memadai. Peserta uji yang berpredikat memadai, umumnya, masih mengalami kendala berkomunikasi untuk keperluan keprofesian yang kompleks dan untuk keperluan keilmiahan.
V. Semenjana (skor 225—374)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan cukup memadai. Peserta uji yang berpredikat cukup memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks serta kesintasan.
VI. Marginal (skor 150—224)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan tidak memadai. Peserta uji yang berpredikat tidak memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sosial- kemasyarakatan yang tidak kompleks dan kesintasan.
VII. Terbatas (skor 0—149)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan terendah. Peserta uji di peringkat ini hanya memiliki kemampuan berkomunikasi untuk keperluan kesintasan.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
Saat ini, selama tiga hari (17-19 Oktober 2013) saya sedang berada di hotel Roditha Banjarmasin (letaknya di seberang Mitra Plaza) guna mengikuti sosialisasi Kurikulum 2013 oleh Wamendikbud dan Prof.Dr. Mahsun, M.S. (sayang Wamendikbud-nya batal hadir) bersama seluruh pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMP dan SMA se-Kalsel. Kami datang atas undangan Balai Bahasa Kalsel dan salah satu kegiatannya adalah mengikuti Tes UKBI. UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia), sebagaimana TOEFL, juga merupakan jenis tes kemahiran berbahasa (language proficiency test), dalam hal ini bahasa Indonesia. Berbeda dari tes pencapaian (achievement test), tes kemahiran berbahasa mengacu pada kriteria situasi penggunaan bahasa yang dialami atau dihadapi oleh peserta uji, sedangkan tes pencapaian merupakan sebuah tes untuk mengukur hasil belajar (misalnya Ujian Nasional).
Dengan kata lain, UKBI menguji keterampilan berbahasa Indonesia seseorang secara alamiah. Seberapa sering orang tersebut melakukan praktik berbahasa Indonesia, seperti mendengarkan dan berbicara dalam berbagai situasi kebahasaan, membaca berbagai bacaan berbahasa Indonesia, serta menulis berbagai jenis teks dalam bahasa Indonesia, akan menentukan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia melalui tinggi rendahnya skor UKBI yang dicapainya.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
Peserta tes yang telah menyelesaikan UKBI akan mendapatkan sertifikat. Di dalam sertifikat ini tertera hasil UKBI yang telah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan.
Berdasarkan bentuk, jenis, dan kandungan materi seperti itu, UKBI diharapkan benar-benar mampu mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia seseorang, sesuai dengan skor/peringkatnya. Adapun skor/peringkat itu adalah sebagai berikut.
I. Istimewa (skor 750—900)
Peringkat ini menunjukkan kemampaun tertinggi. Peserta uji yang berpredikat istimewa memiliki kemahiran yang sempurna berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (lisan dan tulisan). Bahkan, dalam komunikasi keilmiahan, yang bersangkutan tidak mengalami kendala.
II. Sangat Unggul (skor 675—749)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang sangat tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Biasanya, ia hanya mengalami sedikit kendala dalam komunikasi keilmiahan.
III. Unggul (skor 525—674)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk keperluan komunikasi keilmiahan dan keprofesian yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala.
IV. Madya (skor 375—524)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan memadai. Peserta uji yang berpredikat memadai, umumnya, masih mengalami kendala berkomunikasi untuk keperluan keprofesian yang kompleks dan untuk keperluan keilmiahan.
V. Semenjana (skor 225—374)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan cukup memadai. Peserta uji yang berpredikat cukup memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks serta kesintasan.
VI. Marginal (skor 150—224)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan tidak memadai. Peserta uji yang berpredikat tidak memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sosial- kemasyarakatan yang tidak kompleks dan kesintasan.
VII. Terbatas (skor 0—149)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan terendah. Peserta uji di peringkat ini hanya memiliki kemampuan berkomunikasi untuk keperluan kesintasan.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
Sebelas tahun yang lalu, Mei 2002, saat saya mengikuti pelatihan TOT KBK di PPPG Bahasa Srengseng Sawah, skor saya 370. Hahaha. Mudah-mudahan meningkat....
Komentar
Posting Komentar