Lanjutan Cerpen Sepatu Butut yang Lebih Klimaks dan Sarat Pesan Moral
Kamu yang duduk di kelas IX tentu sudah membaca cerpen Sepatu Butut karya Ely Chandra Perangin-angin, bukan? Ya, cerpen yang bercerita tentang keresahan tokoh aku terhadap sepatu butut saudara kandungnya yang bernama Andi itu menjadi model cerpen yang harus kamu lanjutkan sesuai dengan imajinasi kamu.
Coba simak kutipan cerpen versi asli karya Ely Chandra Perangin-angin berikut:
Berikut kutipan lanjutan cerpen menurut versi aslinya:
Sebagai latihan sebelum nantinya bisa menulis sendiri cerita pendek menurut imajinasi kamu, kamu terlebih dahulu diminta melanjutkan bagian akhir cerpen Sepatu Butut sesuai keinginanmu. Ini ada satu hasil imajinasi teman kamu bernama Muhammad Rezki yang telah menulis lanjutan cerpen tersebut menurut versinya.
Karyanya ini lebih klimaks dibandingkan versi aslinya. Coba simak selanjutnya di video ini (di menit ke 04.55):
Video: Youtube
Coba simak kutipan cerpen versi asli karya Ely Chandra Perangin-angin berikut:
Sepatu BututMenurut versi asli yang ditulis oleh Ely Chandra, cerpen itu berakhir dengan kebesaran hati tokoh aku untuk tidak jadi membuang sepatu butut Andi. Tokoh aku memilih untuk menerima kenyataan harus kembali melihat saudaranya itu memakai sepatu bututnya ke sekolah seperti biasanya.
Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa, tapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orangtua kami bukanlah orang yang kaya, tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih layak pakai.
Entah mengapa pula, hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orangtua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepatu butut itu lagi.
Pagi ini kami akan berangkat sekolah, dan lagi-lagi sepatu butut itu lagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi, aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya, seperti berjalan dengan seorang gembel.
Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku Kenapa Andi tidak minta sepatu baru aja biar keren seperti teman-temanya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?
Di suatu malam, aku berfikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.
Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit, cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba, segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.
............................
............................
Berikut kutipan lanjutan cerpen menurut versi aslinya:
............................
Dengan segera aku menemukan tempat Andi meletakkan sepatunya. Ketika tanganku bersiap-siap mengambilnya, hatiku mulai bimbang. Bagaimana nanti sikap Andi kalau tahu aku yang membuang sepatunya? Bagaimana kalau nanti ia marah dan ngambek tidak mau pergi ke sekolah. Semuanya berkecambuk dalam hatiku. Akhirnya kuurungkan niatku membuang sepatu butut itu. Aku tak berani mengambil resiko yang kupikir sangat berat itu.
Hari senin, kembali pandanganku tertuju pada sepatu Andi. Sepatu butut yang selalu menemanya kesekolah. Satu-satunya yang terlintas di pikiranku adalah sepatu itu telah menjadi sebagaian dari hidupnya, dan itu menjadi haknya tanpa seorangpun berhak mengambilnya. Toh nanti setelah tak layak pakai menurutnya, ia pasti meminta pada orangtua kami.
Sebagai latihan sebelum nantinya bisa menulis sendiri cerita pendek menurut imajinasi kamu, kamu terlebih dahulu diminta melanjutkan bagian akhir cerpen Sepatu Butut sesuai keinginanmu. Ini ada satu hasil imajinasi teman kamu bernama Muhammad Rezki yang telah menulis lanjutan cerpen tersebut menurut versinya.
Karyanya ini lebih klimaks dibandingkan versi aslinya. Coba simak selanjutnya di video ini (di menit ke 04.55):
Komentar
Posting Komentar